Selasa, 22 Februari 2011

Ancaman Kanker dalam Air PAM

img
foto: Thinkstock
Washington, Berbagai pemicu kanker bisa dijumpai di mana saja, tak terkecuali di air keran dari perusahaan air minum (PAM). Salah satu bahan untuk melapisi pipa logam mencemari air PAM di Amerika Serikat dan berisiko menyebabkan kanker.

Bahan tersebut adalah senyawa hexavalent chromium, pelapis pipa logam yang juga digunakan dalam penyamakan kulit binatang. Berdasarkan penelitian di National Institute of Health pada tahun 2008, senyawa ini diduga merupakan karsinogenik atau penyebab kanker.

Hasil pengujian pada binatang menunjukkan, cemaran senyawa ini terbukti memicu leukemia atau kanker sel darah putih. Diyakini, risiko kanker akibat senyawa ini juga bisa menyerang bagian vital lainnya seperti ginjal dan hati.

Oleh karena itu sejak tahun 2009, California menjadi negara pertama di Amerika Serikat yang membatasi penggunaan hexavalent chromium maksimal 0,06 ppm dalam air PAM. Dikutip dari Telegraph, Selasa (21/12/2010), kebijakan tersebut lantas diikuti oleh semua negara bagian di Amerika Serikat.

Namun temuan terkini dari Environmental Working Group menunjukkan cemaran hexavalent chromium pada air PAM masih ditemukan di 31 kota se-Amerika Serikat. Sebanyak 25 kota di antaranya memiliki cemaran di atas ambang batas aman sehingga berisiko menyebabkan kanker.

Empat kota dengan cemaran paling tinggi adalah Norman di Oklahoma, Honolulu di Hawaii, Riverside di California, dan Madison di Wisconsin. Diduga masih banyak kota lain yang memiliki cemaran hexavalent chromium, sebab hingga kini baru 35 kota yang diteliti.

"Tidak mengejutkan bagi saya, air PAM di seluruh Amerika memang berbahaya," ungkap Erin Brockovich, aktivis lingkungan yang kisahnya pernah difilmkan pada tahun 2000 dengan judul yang sama dengan namanya.

Cara Mengetahui Tubuh Tidak Toleran dengan Laktosa Susu

img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Intoleransi laktosa pada susu berbeda dengan alergi susu. Kebanyakan yang dialami orang adalah intoleransi laktosa karena tubuh tidak mampu mencerna laktosa. Ada caranya untuk tahu apakah seseorang intoleransi terhadap laktosa.

Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh untuk mencerna gula laktosa yang terdapat dalam susu dan produk susu lainnya seperti keju, yoghurt, butter, susu kering dan bubuk, whey, dadih susu.

Tubuh yang tidak mampu mencerna laktosa itu karena orang tersebut tidak memiliki atau menghasilkan enzim laktase yang cukup untuk memecah laktosa.

Orang baru curiga dirinya mengalami intoleransi laktosa biasanya setelah mengalami mencret-mencret sehabis minum susu atau produk susu.

Saat laktosa masuk ke dalam tubuh, maka usus kecil akan mengeluarkan enzim laktase untuk memecah laktosa menjadi bentuk gula sederhana (glukosa dan galaktosa) sehingga mudah diserap tubuh.

Tapi karena tidak ada enzim tersebut maka laktosa yang masuk akan dipecah oleh bakteri sehingga menyebabkan gas, kembung, kram atau diare.

Meski begitu intoleransi laktosa berbeda dengan alergi susu sapi. Karena alergi susu sapi disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap salah satu atau lebih protein yang terkandung di dalam susu dan bisa mengancam jiwa. Alergi susu paling sering muncul dalam tahun pertama kehidupan, sedangkan intoleransi laktosa paling sering terjadi saat dewasa atau remaja.

Kekurangan enzim laktase biasanya berkembang dari tahun ke tahun dan dimulai setelah berusia sekitar 2 tahun, yaitu saat tubuh mulai berkurang memproduksi laktase. Sebagian besar anak yang kekurangan laktase tidak menunjukan gejala intoleransi laktosa, tapi gejala akan muncul saat remaja akhir atau dewasa.

Intoleransi laktosa seperti dikutip dari Kidshealth, Rabu (23/2/2011) ditandai dengan:

  1. Mengalami gejala mual
  2. Kram perut
  3. Rasa sakit diantara dada dan perut
  4. Kembung
  5. Perut penuh gas
  6. Diare setelah 30 menit-2 jam mengonsumsi sesuatu yang mengandung laktosa.

Untuk mendiagnosis dengan pasti kondisi ini biasanya dokter akan menyarankan pasien untuk berhenti mengonsumsi segala macam produk susu selama 2 minggu dan melihat apakah ada perkembangan pada gejala yang dialaminya atau tidak. Jika masih meragukan maka dokter akan melakukan tes napas hidrogen.

Umumnya gas hidrogen hanya sedikit terdeteksi dalam napas. Untuk itu seseorang diminta mengonsumsi minuman yang mengandung laktosa lalu beberapa menit kemudian napasnya diuji, karena jika seseorang tidak bisa mencerna laktosa maka akan menghasilkan banyak gas termasuk hidrogen.

Selain itu ada juga tes lain yang bisa dilakukan yaitu melakukan endoskopi. Dokter akan melihat bagian dalam usus dan mengambil contoh jaringan, jumlah enzim laktase bisa diukur dari salah satu contoh jaringan.

Untuk mencegah intoleransi laktosa ada beberapa cara yang bisa dilakukan:

  1. Pilihlah susu yang sedikit atau bebas laktosa
  2. Mengonsumsi suplemen enzim laktase sebelum mengonsumsi makanan atau minuman produk susu, suplemen ini bisa ditetes, dalam bentuk tablet atau dicampur langsung ke dalam susu.
  3. Mengonsumsi makanan lain yang bebas susu tapi kaya akan kalsium, seperti brokoli, kacang-kacangan, tahu, susu kedelai atau ikan (terutama ikan yang bisa dimakan bersama tulangnya).
  4. Teliti dalam membaca label makanan, kata-kata tertentu yang terdapat dalam makanan bisa berarti mengandung laktosa di dalamnya seperti butter, keju, susu kering dan bubuk, whey, dadih susu, berbagai produk olahan susu.
  5. Mengonsumsi jus yang telah diperkaya dengan kalsium.
  6. Ketika mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa sebaiknya dibarengi dengan makanan non-laktosa untuk memperlambat pencernaan dan menghindari masalah.
  7. Agar kalsium yang dikonsumsi bisa diserap tubuh maka dibutuhkan vitamin D, vitamin ini bisa didapatkan dengan cara berjemur di bawah sinar matahari pagi atau mengonsumsi makanan seperti telur, hati, ikan tuna dan salmon.
 

Menulis Lebih Mengasah Otak Ketimbang Mengetik

img
(Foto: thinkstock)
Norwegia, Di zaman moderen sekarang ini, kebanyakan orang lebih suka mengetik dengan menggunakan keyboard komputer ketimbang menulis dengan pena dan tangan sendiri. Padahal, menulis dengan tangan lebih banyak mengasah otak ketimbang mengetik.

Menurut peneliti, membaca dan menulis melibatkan sejumlah indra di tubuh sehingga mengasah kinerja otak. Proses otak ini ternyata hilang ketika orang beralih dari pena dan buku menjadi layar komputer dan keyboard.

Saat menulis dengan tangan, gerakan yang terlibat meninggalkan jejak di bagian otak yang disebut sensorimotor tersebut. Proses ini membantu orang untuk mengenal huruf.

Peneliti mengatakan, sentuhan dan gerakan mengetik pada keyboard menghasilkan respons yang berbeda dalam otak, yang berarti tidak memperkuat mekanisme pembelajaran dengan cara yang sama.

"Karena menulis dengan tangan membutuhkan waktu lebih lama dari mengetik pada keyboard, maka aspek temporal otak yang terlibat dalam bahasa juga dapat mempengaruhi proses belajar," jelas Profesor Anne Mangen, ahli dari Stavanger University, seperti dilansir Dailymail, Selasa (25/1/2011).

Prof Mangen menyebutkan, kondisi ini berkaitan dengan haptic. Istilah 'haptic' mengacu pada proses menyentuh dan cara orang berkomunikasi dengan sentuhan, terutama dengan menggunakan jari-jari dan tangan untuk menjelajahi lingkungan.

Penelitian ini dilakukan dengan tes mempelajari abjad, yang dibagi dalam dua kelompok partisipan. Kelompok pertama diajarkan menulis surat dengan tangan, sedangkan kelompok lainya dengan menggunakan keyboard.

Pada interval mingguan, kenangan partisipan tentang abjad dicatat. Dan orang-orang yang mempelajari huruf melalui membaca dan menulis mendapatkan hasil yang terbaik.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Stavanger University di Norwegia dan neurofisiologi Jean-Luc Velay dari Marseille University. Hasil temuan ini telah diterbitkan dalam jurnal Haptics.

Benarkah Madu Lebih Sehat Dibanding Gula?

img
foto: Thinkstock
Jakarta, Berabad-abad lamanya, madu diyakini sebagai obat mujarab di berbagai tradisi di seluruh dunia. Ada yang menggunakannya sebagai obat, ada juga yang menjadikannya resep untuk awet muda. Benarkah madu aman dan bermanfaat untuk siapapun?

Manfaat mengkonsumsi madu memang sangat berlimpah, namun bukan berarti tidak ada risiko sama sekali. Pada beberapa kondisi, madu tidak memberikan manfaat lebih dan bahkan ada kalanya malah menyebabkan penyakit yang bisa mengancam jiwa.

Untung rugi mengkonsumsi madu bila dibandingkan dengan gula antara lain sebagai berikut, seperti dikutip dari Livestrong, Rabu (23/2/2011).

1. Madu berkhasiat obatSebuah penelitian yang dimuat di Archives of Pediatrics and Adolescent Medicine tahun 2007 membuktikan khasiat madu dalam mengatasi batuk pada anak umur 2-18 tahun. Pemberian sesendok madu setiap malam menjelang tidur efektif mengatasi infeksi saluran napas yang menyebabkan batuk.

Khasiat lainnya adalah kandungan antioksidan, yang menjaga sel-sel tubuh dari kerusakan akibat efek penuaan. Oleh karena itu, tidak salah jika ada yang menganggap madu adalah resep mujarab bagi yang ingin awet muda.

2. Madu memberikan lebih banyak energiDalam jumlah yang sama, satu sendok teh madu mampu memberikan energi lebih banyak yakni sekitar 21 kalori sementara gula hanya 15 kalori. untuk menghasilkan tingkat rasa manis yang sama, madu juga hanya perlu diberikan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan gula.

Bukan hanya kalori dan rasa manis, madu juga kaya akan kandungan vitamin terutama B-1, B-2, B6 dan C. Selain itu madu juga mengandung mineral seperti kalsium, posphor, kalium, zinc dan tembaga dengan komposisi yang berbeda tergantung jenis madunya.

3. Madu bukan pengganti gula untuk diabetesSama seperti gula, madu juga dapat meningkatkan kadar gula darah pada pengidap diabetes sehingga tidak boleh dikonsumsi berlebihan. Dikutip dari Mayo Clinic, belum ada bukti ilmiah bawa madu punya manfaat lebih sebagai pengganti gula bagi pengidap diabetes.

4. Madu tidak baik untuk bayiMeski pada umumnya aman bagi siapapun, madu tidak dianjurkan bagi bayi usia kurang dari 1 tahun. Risiko pemberian madu pada anak usia tersebut adalah botulisme yang mematikan, karena bakteri clostridium yang ada pada madu mudah berkembang biak di perut bayi.